Baru-baru ini sejumlah anggota DPR membuat draft tentang kode etik anggota DPR yang salah satu isinya menyatakan bahwa anggota DPR dilarang untuk pergi ke tempat-tempat perjudian dan prostitusi. Rupa-rupanya, draft kode etik yang sedang di buat inilah hasil lawatan anggota DPR yang pada waktu itu studi banding ke Yunani yang ujung-ujungnya menonton pertunjukkan tari perut di Turki. (Editorial Media Indonesia, MetroTv 19/02.
Kita semua tahu, anggota DPR yang katanya ‘terhormat’ tersebut memang sangat memerlukan aturan yang jelas serta sanksi tegas untuk setiap anggota yang melanggar kode etik. Masalahnya adalah, apakah anggota DPR kita seorang anak kecil sehingga harus perlu diberi tahu tentang pelarangan tersebut? Apakah aturan tersebut bisa menjamin bahwa anggota DPR tak akan ke tempat perjudian atau prostitusi? Lalu bagaimana kalau mereka melakukannya tapi di tempat lain?.
Sungguh sangat mengherankan, setelah kita di buat mengurut dada dengan studi banding dan krisis etika yang melanda anggota DPR kita saat ini, bisa-bisanya DPR memasukkan aturan yang menurut saya tak terlalu penting. Karena lebih baik, komisi yang membuat draft kode etik tersebut memasukkan pelarangan mengenai anggota DPR yang sering mangkir saat sidang ataupun absen karena sibuk mengurusi ‘side job’ nya, atau pelarangan mengenai anggota DPR yang rangkap jabatan.
Kalau saja semua aturan-aturan ini di masukkan, pasti publik tak akan bersikap skeptis atau pun sinis dengan draft kode etik yang telah memakan biaya yang tak sedikit tersebut. Oleh karena itu, pantaslah jika saya menyebut ‘draft kode etik tak beretika’ karena mungkin saja anggota DPR yang membuat draft tersebut sering mangkir saat sidang ataupun absen karena sibuk mengurusi ‘side job’ nya dan rangkap jabatan pula, sehingga tak memasukkan aturan-aturan tersebut ke dalam draft kode etik hasil kunjungan ke Yunani.
