Posted by : Sarah Larasati Mantovani Sunday 6 February 2011

berikut adalah wawancara saya (Sarah) dengan pak Anis Malik Thoha via facebook terkait dengan masalah kebebasan beragama dan Ahmadiyah.


Sarah Khalifatunnisa 08 August 2010 at 17:52

Ohya ada yang ingin saya tanyakan lagi sama Bapak.
yang ingin saya tanyakan adalah

Menurut Bapak, apa itu kebebasan beragama dan bagaimana Islam menilai dan mengartikan kebebasan beragama itu sendiri?

Menurut Bapak, apakah penyebab utama dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh jama’ah Ahmadiyah&aliran-aliran sesat lainnya?

Bagaimanakah solusi terbaik untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aliran-aliran sesat tersebut?

Apakah kekerasan memang diperlukan untuk mengatasi aliran-aliran sesat tersebut?

Syukron katsiron sebelumnya. Jazakumullahu khairan katsiron, aamiin :)


Anis Malik Thoha 11 August 2010 at 14:51 Report

Sorry, lambat dikit ya.
1. Menurut Bapak, apa itu kebebasan beragama dan bagaimana Islam menilai dan mengartikan kebebasan beragama itu sendiri?

Kebebasan beragama secara umum difahami sebagai prinsip bahwa setiap individu bebas memilih dan mengimani agamanya serta mengamalkan sepenuhnya ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Dengan demikian, maka tidak dibenarkan ada fihak-fihak lain (termasuk orang-tua dan negara) untuk mengganggu-gugat hak yang paling dasar ini, baik berupa pengingkaran sepenuhnya atau hanya sekadar pereduksian. Sejatinya, pemahaman seperti ini adalah yang diajarkan oleh Islam juga. Islam sangat menghargai prinsip ini dan bahkan menyerukan: لا إكراه في الدين (tiada paksaan dalam beragama, al-Baqarah: 256).

2. Menurut Bapak, apakah penyebab utama dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh jama’ah Ahmadiyah&aliran-aliran sesat lainnya?

Saya rasa, ada banyak faktor penyebab dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam satu paguyuban/jamaah/golongan/organisasi/mazhab atau bahkan agama. Ada yang bersifat internal dan ada yang external. Dan diantara keduanya ini ada tarik-ulur yang kuat antara yang satu dengan lainnya. Yang menyangkut jama’ah Ahmadiyyah, perlu sekali kita melihat setting sosio-kultural yang melatari lahirnya gerakan ini, yakni faktor external. Sebab kondisi internal ummat Islam di anak benua India pada waktu itu, dari sisi pemikiran, cukup solid dan menggairahkan dalam menghadapi kekuatan militer penjajah Inggris. Tapi justru inilah yang kemudian menantang penjajah tersebut untuk melumpuhkan atau mengacak-acak Islam dengan cara non-militer. Dan cara ini kalau kita teliti ternyata memang sudah standard digunakan semenjak kekalahan Kristen dalam perang salib (Crrussade). Nah, dalam konteks India ini, salah satu cara kekuatan penjajah adalah dengan memberikan support secara politis dan finansial terhadap gerakan Ghulam Mirza Ahmad yang agenda utamanya adalah menyeru umat Islam agar “kompromi dan kerjasama dengan penjajah”. Agar mendapat sambutan yang kuat dari umat Islam, dia kemudian mengaku sebagai “mujaddid,” kemudian pada fase berikutnya beranjak menjadi “al-mahdi,” kemudian pada fase berikutnya lagi menjadi “al-masih,” dan fase terakhir sebagai “nabi.” Dan pada fase ini, Ahmadiyyah sudah “tidak lagi aliran dalam Islam,” tapi ia sebagaimana diklaim sendiri sudah menjadi agama baru lengkap dengan kitab sucinya yang tersendiri.
So, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebab utama penyimpangan-penyimpangan agama/aliran ini lebih dikarenakan adanya interest-interest (kepentingan sesaat) tertentu, yang dalam istilah al-Qur’an disebut “hawa”.

3. Bagaimanakah solusi terbaik untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aliran-aliran sesat tersebut?

Maksudnya menyelesaikan kasus gitu? Ini perlu dijelaskan dulu. Sebab yang begini ini mesti melibatkan fihak-fihak yang berwenang (memiliki otoritas). Kalau tidak, maka yang terjadi adalah hakim jalanan, perusakan-perusakan dan sejenisnya yang sifatnya sangat destruktif dan merugikan semua fihak.

4. Apakah kekerasan memang diperlukan untuk mengatasi aliran2 sesat tersebut?

Ya itu tadi. Fihak-fihak yang berwenanglah yang seharusnya menyelesaikan sedapat mungkin dengan cara pendekatan persuasif. Kalau tidak, ya terpaksa dengan paksa.

Wallahu a’lam



http://www.facebook.com/#!/?page=4&sk=messages&tid=1487117268366

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -