Posted by : Sarah Larasati Mantovani Tuesday 11 January 2011

Mukaddimah :
"Tulisan ini saya persembahkan untuk teman saya yang saat ini sedang melakukan proses ta'aruf. Semoga Allah memudahkan segala usahamu dan semoga dia adalah jodoh yang selama ini engkau cari, aamiin...".

“Darimana datangnya lintah
Dari sawah turun ke kali
Darimana datangnya cinta
Dari mata turun ke hati”.

Guys, kalian pasti udah sering dengar dong dengan pepatah di atas. Apalagi bagi kalian yang hatinya sedang dilanda mabuk asmara, Waah...pasti udah hafal banget dengan pepatah yang satu itu.
Eitttss!! Tapi tunggu dulu... udah ngebet sama sang pujaan hati bukan berarti kita boleh melanggar “The rule of Islam” yang sudah ada. Tentunya, ada tahapan yang harus kita lewati. Apa aja tuh? Kita kebet langsung yuk!.


Ta’aruf, apaan tuh?
Loh, memang ada ya hubungannya jatuh cinta sama ta’aruf? Ada dong! Bagi kita-kita yang ngga mau mengekspresikan rasa cinta ke dalam perbuatan haram bernama pacaran, ta’aruf merupakan solusi terbaik untuk mengganti perbuatan haram tersebut. Dan saat kita jatuh cinta atau tertarik dengan seseorang, pasti kita ingin mencari tahu tentang diri orang yang kita sukai. Nah, pada saat-saat itulah ta’aruf memainkan perannya.

Pengertian dari ta’aruf ini saya bagi menjadi dua, yaitu pengertian ta’aruf secara luas dan pengertian ta’aruf secara sempit. Menurut saya, ta’aruf dalam arti luas yaitu perkenalan yang dilakukan antara seseorang dengan orang lain tidak dengan niat dan tujuan untuk menikah tapi hanya untuk memperluas dan membina hubungan silaturahmi saja. Untuk ta’aruf jenis ini biasanya dilakukan oleh kita yang suka memperluas networking atau senang mendapatkan teman-teman baru.
Sedangkan pengertian ta’aruf secara sempit yaitu perkenalan yang dilakukan antara seorang laki-laki/wanita dengan wanita/laki-laki lain dengan niat dan tujuan untuk menikah. Nah, pengertian ta’aruf secara sempit inilah yang akan saya bahas di pembahasan berikut.


Sikap kita dalam berta’aruf
Nah, bagaimana sikap-sikap ta’aruf yang benar menurut aturan Islam?

Yang pertama, dalam melakukan ta’aruf kita harus tetap iffah dan tetap menjaga hati.
Iya dong, meskipun rasa cinta sudah mengusik hingga ke ubun-ubun kepala tapi kita harus tetap iffah (menjaga kesucian diri/menjaga hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT) dan tetap menjaga hati.

Hmm…coba deh kita berflashback ria dengan kisah cinta Fathimah Az-Zahra ra dengan Ali bin Abi Thalib ra. Setelah menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra, Fathimah mengaku kepada Ali pernah menyukai seorang laki-laki. Ketika ditanyai oleh Ali, siapa laki-laki itu, kemudian Fathimah menjawab bahwa lelaki itu sebenarnya adalah Ali sendiri (ehem!). Nah, kalo ditarik kesimpulan dari cerita tadi, sebenarnya sudah ada bibit cinta pada diri Fathimah kepada Ali tapi Fathimah ngga lantas jadi kasmaran dan mengekspresikan cintanya dengan sesuka hati. Beliau simpan rasa itu di hati, menatanya dengan rapi dan mengekspresikan saat memang sudah halal untuk diekspresikan, yaitu ketika sudah menikah. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya maka sungguh surga-lah tempat tinggal(nya)”.
(QS. An-Nazi’at : 40-41 ).

Yang kedua, dalam melakukan ta’aruf tidak diizinkan tuh yang namanya khalwat (berdua-duaan) tanpa adanya muhrim.
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh baginya berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita. Sedangkan wanita itu tidak bersama mahramnya. Karena sesungguhnya, yang ketiga diantara mereka adalah setan”. (HR. Ahmad).

Yang terakhir, dalam melakukan ta’aruf juga tidak diperbolehkan mengekspresikan rasa sayang kepada orang yang disukai selama belum resmi menjadi suami/istri. Karena pengungkapan kata-kata cinta (baik secara langsung maupun tidak) akan menjerumuskan kita kepada perbuatan fitnah.
Allah SWT berfirman :
“...Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya”.
(QS. Al-Israa’ : 36 ).


Tahapan-tahapan dalam berta’aruf
Dalam melakukan ta’aruf, ada beberapa tahapan yang harus kita jalani dan saya membaginya ke dalam 2 cara, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.

Cara langsung
Cara yang langsung ini biasanya lebih banyak dilakukan dengan sendiri tanpa adanya campur tangan dari murabbi atau ustadz dan ustadzah dan biasanya dilakukan apabila kita sudah mengenal calon kita itu sebelumnya. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang harus kita jalani :

1. Bertanyalah kepada orang yang dianggap paling dekat dengan calon kita tersebut (tetapi harus yang bisa dipercaya) sehingga insya Allah informasi yang kita dapatkan akan cukup objektif (misalnya mencari tahu lewat sahabatnya, orangtuanya atau tetangga dekatnya). Karena dari orang-orang itulah kita dapat mengenali sifat-sifat yang tidak terlihat tampil dalam sekejap dan sifat-sifat ini penting bagi kita yang berencana ingin membangun rumah tangga bersama. Apalagi, dalam sebuah syair pernah diungkapkan “jika kamu ingin bertanya tentang seseorang, tanyalah kepada orang terpercaya yang paling dekat dengan orang tersebut, karena orang yang saling bersahabat itu saling mempengaruhi”.

2. Setelah mendapatkan informasi yang cukup tentang calon kita dan telah berusaha mengenali calon kita itu secara lebih jauh, lakukanlah shalat istikharah untuk mendapatkan kemantapan hati. Mohonkanlah kepada Allah, karena Dia yang Maha tahu mana yang terbaik untuk kita.

3. Kemudian setelah melakukan ta’aruf secara mendalam dengan calon kita itu, jangan lupa untuk melakukan ta’aruf dengan keluarganya, karena pernikahan itu juga merupakan sebuah penyatuan dari dua keluarga yang berbeda.

4. Yang terakhir, apabila proses ta’aruf dengan keluarga masing-masing sudah dilakukan dan sudah mendapatkan restu, baru deh membicarakan proses pengkhitbahan (proses lamaran) dan akad nikah.


Cara tidak langsung
Cara tidak langsung ini biasanya dilakukan dengan meminta bantuan dari murabbi atau ustadz dan ustadzah untuk dicarikan calon yang baik. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang harus kita jalani:

1. Melakukan Istikharah dengan sekhusyu-khusyunya
Setelah kita mendapatkan data dan foto calon kita, lakukanlah istikharah dengan sebaik-baiknya, agar Allah SWT memberikan jawaban yang terbaik. Dalam melakukan istikharah ini, jangan ada kecenderungan dulu pada calon yang diberikan kepada kita. Tapi ikhlaskanlah semua hasilnya pada Allah SWT. Luruskan niat kita, bahwa kita menikah memang ingin benar-benar membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Seseorang biasanya mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkannya.

2. Menentukan Jadwal Pertemuan (ta’aruf Islami)
Setelah kita melakukan istikharah dan adanya kemantapan hati, maka segeralah melaporkan pada Ustadz/ustadzah kita, lalu Ustadz/ustadzah pun memberikan data dan foto kepada Ustadzah/ustadz calon kita itu, dan memberikan data dan foto kita tersebut kepada calon kita. Lalu segeralah atur jadwal pertemuan ta’aruf tersebut. Hendaknya jadwal pertemuan disesuaikan waktunya, agar semua bisa hadir.

3. Gali pertanyaan sedalam-dalamnya
Setelah bertemu, hendaknya didampingi Ustadz dan Ustadzah, lalu saling bertanyalah sedalam-dalamnya, ya bisa mulai dari data pribadi, keluarga, hobi, penyakit yang diderita, visi dan misi tentang rumah tangga. Biasanya pada tahap ini, baik ikhwan maupun akhwat agak malu-malu dan grogi, maklum tidak mengenal sebelumnya. Tapi dengan berjalannya waktu, semua akan menjadi cair. Peran pembimbing juga sangat dibutuhkan untuk mencairkan suasana. Jadi tidak terlihat kaku dan terlalu serius. Dibutuhkan jiwa humoris, santai namun tetap serius.

4. Menentukan waktu ta’aruf dengan keluarga akhwat
Setelah melakukan ta’aruf dan menggali pertanyaan-pertanyaan sedalam-dalamnya, dan pihak ikhwan merasakan adanya kecocokan visi dan misi dengan sang akhwat, maka ikhwan pun segera memutuskan untuk melakukan ta’aruf ke rumah akhwat, untuk berkenalan dengan keluarga besarnya. Ini pun sudah diketahui oleh Ustadz maupun Ustadzah dari kedua belah pihak. Jadi memang semua harus selalu dikomunikasikan, agar nantinya hasilnya juga baik. Jangan berjalan sendiri. Sebaiknya ketika datang bersilaturahim ke rumah akhwat, Ustadz pun mendampingi ikhwan. Tetapi jika memang Ustadz sangat sibuk dan ada dakwah yang tidak bisa ditinggalkan, bisa saja ikhwan didampingi oleh teman pengajian lainnya. Namun ingat, ikhwan jangan datang seorang diri, hal ini dilakukan untuk menghindarkan fitnah.

5. Keluarga Ikhwan pun boleh mengundang silaturahmi akhwat ke rumahnya
Dalam hal menikah tanpa pacaran, adalah wajar jika orang tua ikhwan ingin mengenal calon menantunya (akhwat). Maka sah-sah saja, jika orang tua ikhwan ingin berkenalan dengan akhwat (calon menantunya). Sebaiknya ketika datang ke rumah ikhwan, akhwat pun tidak sendirian, untuk menghindari terjadinya fitnah.

6. Menentukan Waktu Khitbah
Setelah terjadinya silaturahim kedua belah pihak, dan sudah ada kecocokan visi dan misi dari ikhwan dan akhwat juga dengan keluarga besanya, maka jangalah berlama-lama. Segeralah tentukan kapan waktu untuk mengkhitbah akhwat. Jarak waktu antara ta’aruf dengan khitbah, sebaiknya tidak terlalu lama, karena takut menimbulkan fitnah.


Apapun bentuk dan cara ta’aruf yang kita jalani, tetaplah bersikap yakin dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Manusia boleh berusaha tetapi hasil akhirnya, tetap Allah yang menetukan.
Eh tapi, perlu digarisbawahi nih, ta’aruf ini hanya boleh dilakukan bagi mereka yang sudah siap dan mampu untuk menikah lho. Bagi yang masih belum mampu, jadikan tulisan ini sebagai wawasan aja ya, hihihi :-P.



Mushaf Al-Qur’an terjemah, Al-Huda : Penerbit kelompok Gema Insani Press, Jakarta, 2005.
Nawawi Imam, Riyadhus Shalihin edisi ukuran kantong, Asaduddin Press, Jakarta, 2008.
Solihin Oleh & Januar Iwan, Kado untuk Remaja : Jangan Nodai Cinta, Gema Insani Press, Jakarta, 2003.
Artikel Bebas : Pacaran ngga ya?, www.dudung.net, 2003
Nurbaiti Zahrina, Indahnya ta’aruf secara islami, 2009, www.baitijannati.wordpress.com

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -