Posted by : Sarah Larasati Mantovani Thursday, 17 October 2013

Meski tak terkenal di negerinya sendiri tapi
Daendels terkenal di Indonesia.
Siang tadi (07/06/2013), saat pulang dari kawasan Candi Sukuh dan Cetho, saya dan teman saya, mba Dewi Wulan, menemukan Rumah Teh bernuansa klasik nan asri bernama Ndoro Donker. Karena penasaran dan ditambah rasa lapar akhirnya kami coba untuk masuk dan makan di sana.

Namun, tak disangka, ketika Pelayan memberikan kami buku menu + alas untuk menulis menu, ada gambar wajah Jendral Belanda di sana. Kami sangat mengenal wajah itu, dan namanya menjadi topik hangat saat kuliah Sejarah Islam Indonesia 2 minggu yang lalu.

Ya, Gubernur Jendral Hindia Belanda yang terkenal dengan keganasannya itu bernama Daendels. Tapi yang membuat kami heran, kenapa masih saja ada orang Indonesia yang memakai namanya? Yang (mungkin) terpesona olehnya tanpa mau tau atau melihat sejarah yang sebenarnya?.

Mari kita flashback lagi, jika kita pernah melewati jalan Anyer-Panarukan yang membentang 1.000 km, pasti akan pernah mendengar nama Daendels. Pada jamannya, "membangun" jalan raya sepanjang itu dalam setahun saja (1808) merupakan prestasi yang besar, karena itu juga nama Daendels mendunia.

Tapi siapa mengira? Pria yang ditunjuk menjadi Gubernur jenderal tahun 1808 oleh Raja Belanda Louis Napoleon ini merupakan orang yang sangat kejam dan sadis. Ribuan atau bahkan ratusan ribu lebih pekerja pribumi Nusantara tewas di tangannya, karena kebijakannya yang menerapkan kerja rodi tanpa belas kasihan.

Daendels sendiri merupakan penganut cita-cita Revolusi Perancis : Kemerdekaan, Persamaan, Persaudaraan". Ia pun percaya bahwa "segenap manusia dilahirkan sebagai makhluk merdeka dan mempunyai hak yang sama". Tapi sebagai penguasa dari seorang revolusioner, ia menjadi seorang Diktator yang bengis.

Meski demikian, akhir hidupnya agak tragis. Setelah jatuhnya Napoleon Bonaparte, Daendels mengabdi pada Raja Willem I yang tidak begitu percaya pada patriot lama itu dan mengirimkannya sebagai Gubernur ke Gold Coast (Pantai Emas) Afrika. Di sinilah ia merasa terasing, kesepian sampai akhirnya meninggal pada tahun 1818. Bahkan kisah hidupnya, tidak banyak menarik perhatian para sejarawan Belanda.

Daendels bukan pahlawan, namanya seharusnya tidak layak dijadikan sebagai nama jalan atau pun nama-nama tempat lainnya. Jadi seharusnya yang kita ingat ketika menemukan namanya, ada Jendral ganas bernama Daendels yang telah membuat nenek moyang kita menderita.

source : buku Pramoedya Ananta Toer, "Jalan Raya Pos, Jalan Daendels" dengan sedikit perubahan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -