- Back to Home »
- Economy »
- Outlook Ekonomi Indonesia 2012: Indonesia dalam Ancaman Krisis Eropa?
Posted by : Sarah Larasati Mantovani
Sunday, 4 December 2011
“Kita wajib perlu membangun Self Assurance”, tegas Darmin Nasution, Gubernur
BI, saat menjadi Keynote Speech di
acara Seminar “Proyeksi Ekonomi 2012: Menghadang Badai Krisis dan Jebakan
Liberalisasi”, yang diadakan oleh Institute
for Development of Economics and Finance
(INDEF) pada hari Rabu (30/11) di Mezzanine Ballrooom, Hotel Aryaduta, Jakarta
lalu.
Pernyataannya tersebut ia tegaskan hingga tiga kali,
bahkan ia sampai menyebut bahwa Indonesia naïf terhadap dinamika pasar, ia juga
mengatakan, “Ada pernyataan yang berkembang bahwa hanya dengan mekanisme pasar
saja sudah cukup dan tidak perlu self
assurance”.
Pengaruh Krisis
Eropa Terhadap Indonesia
Sebelumnya, Laki-laki yang sudah menjabat Gubernur BI
sejak tahun 2010 ini menjelaskan bagaimana krisis Eropa yang melanda negara-negara
Eropa dan Amerika lambat laun akan mempengaruhi perekonomian Indonesia pada
tahun 2012 nanti. Setidaknya hal tersebut tercermin pada tiga jalur transmisi:
- Jalur pertama, trade channel
Sebagaimana krisis pada tahun 2009
lalu, dampak ke Indonesia melalui trade channel diperkirakan relatif lebih
terbatas dibandingkan Negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Pertama,
struktur ekonomi Indonesia lebih berbasis pada permintaan domestik dan kedua,
Asia semakin terintegrasi melalui peningkatan intra-regional trade.
- Jalur kedua, financial market channel
Melalui jalur ini ketidakpastian di
AS dan Eropa menjadi penggerak utama pergerakan aliran modal keluar dari
Indonesia, seperti dialami pada September-Oktober lalu. Besarnya harapan
sekaligus kekhawatiran pelaku pasar menyebabkan sentimen sangat mudah berubah (risk-on/risk-off). Transmisi melalui jalur pasar financial ini menjadi
paling signifikan dirasakan karena besarnya kepemilikan modal portofolio asing
khususnya pada Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp. 219,4 triliun atau 29,4%
dari total SBN.
- Jalur ketiga, imported inflation channel
Dengan pemulihan ekonomi global
yang lambat bahkan stagnan, inflasi global dan harga komoditas diperkirakan
akan terkoreksi turun. Ini tercermin dar harga emas yang mengalami koreksi
dalam tiga bulan terakhir dan turut mengkoreksi inflasi inti (core inflation) di Indonesia dari 5, 15%
pada Agustus 2011 menjadi 4, 43%. Bahkan secara year to date sampai Oktober 2011 lalu, inflasi inti hanya mencapai
3,72%. Apabila tanpa memperhitungkan harga emas (exlude-gold prices), inflasi inti per Oktober 2011 hanya 3, 88% dan
3, 27%.
Meski begitu, ia mengungkapkan bahwa krisis Eropa
dampaknya tidak terlalu besar bagi Indonesia dan ia menyatakan perlunya self assurance sebagai perlindungan diri
terhadap antisipasi krisis global.
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Darmin Nasution,
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, saat menjadi salah satu narasumber dalam
seminar tersebut mengatakan bahwa krisis Eropa terhadap Indonesia dampaknya
akan kecil, meski pasar uang antar bank dan valas tidak mengalami gejolak yang
besar dan perkembangan rupiah berada di tengah, tidak mengalami depresiasi dan
tidak juga mengalami penguatan. Kemudian ia juga memperkirakan bahwa proyeksi
ekonomi Indonesia pada tahun 2012 akan menurun sekitar 6,3%.
7 Prinsip
Penanganan Krisis
Kemudian, pendiri INDEF, bapak Didik J. Rachbini,
membahas poin-poin dari 7 prinsip penanganan krisis:
- Chinesse Wall
Penyekatan yang tegas antara sektor
perbankan dengan pasar modal, mulai enggan melakukan pembersihan terhadap
aset-aset perbankan yang terkait dengan pasar modal, pemisahan yang jelas
antara regulator dan player.
- Menghindari konflik kepentingan dalam penanganan krisis
Hindari penunjukkan pejabat audit
yang terindikasi bekerja mewakili player, hindari komplikasi politik dan
utamakan komunikasi politik akuntabilitas (bail-out).
- Pembersihan bank dan lembaga keuangan yang bermasalah secara dini (bahaya membiarkan kasus Century terulang kembali).
- Menghindari konsentrasi kewenangan
Tanggung jawab akhir ada di tangan
Presiden, panel pengambilan keputusan kolektif dan upayakan transparansi.
- Menyiapkan prosedur pengambilan keputusan yang cepat
Crisis
protocol harus jadi undang-undang, jangan
hanya sekedar MoU.
- Price management hanya sebagai sinyal
Hindari interest rate sebagai instrument mengatasi confident, stabilitas kurs di utamakan dan pengendalian inflasi
sebagai kebijakan jangkar.
- Penghentian transaksi spekulatif
Penghentian margin trading di pasar valas dan pasar modal, pengetatan
administrasi terhadap pelaku yang terbiasa dengan transaksi spekulatif.
Selain itu, di sesi terakhir, Enny, Direktur INDEF
memberi tahukan hasil analisa INDEF bahwa kurs rupiah dipastikan akan berada di
posisi Rp. 8900-9100.
(SLM)
(SLM)