Posted by : Sarah Larasati Mantovani Monday 22 September 2014

Buku Situs Gunung Padang di Gramedia Slamet
Riyadi, Surakarta. Foto: Sarah Mtv
"Mungkin tidak ada yang percaya, jika sewaktu kecil dulu, saya pernah punya impian ingin menjadi seorang Arkeolog...."


"Srok, srok, srok!", Saya yang saat itu masih duduk di kelas dua bangku sekolah dasar sedang asyik menggali tanah di halaman depan rumah. Halaman rumah yang kecil seperti nampak besar bagi saya yang juga punya impian untuk menjadi Astronaut dan News Anchor (pembawa berita, red).

Saya terus menggali dan menggali dengan penuh rasa ingin tahu, sampai akhirnya cangkul kecil saya beradu dengan sesuatu di dalam tanah sana.
"tuk!"
Saya mencoba mengambil benda mencurigakan tersebut dari dalam tanah dengan cara yang lebih manual, yaitu tangan.
Saat saya berhasil meraihnya, saya coba untuk membersihkannya dari sisa-sisa tanah yang masih melekat, masih dengan tangan pula. Tidak peduli banyaknya kotoran bakteri serta kuman yang menempel.

Benda tersebut berwarna putih dan berbentuk kerangka, saya coba menyusunnya, namun yang ada saya malah mengacaukannya. Karena memang saya belum mengetahui benda apa itu.
"Kok seperti tulang", Pikir saya dalam hati. Bercampur perasaan bingung dan aneh.
Belakangan, setelah penemuan pertama tersebut, benda tersebut adalah tulang tikus yang telah mati, haha.

Mungkin bagi anak-anak lain yang seumuran saya, apa yang saya lakukan tersebut agak aneh dan tidak biasa, karena menggali tanah bukan untuk bermain, melainkan untuk mencari Fosil, entah itu fosil tumbuh-tumbuhan atau fosil tulang binatang.

Ya, fosil. Saya seperti telah jatuh cinta dengan sisa-sisa organisme yang telah membatu ini sejak melihatnya pertama kali di buku Pengetahuan tentang Fosil yang ditulis orang Barat dan diterjemahkan serta diterbitkan Elex Media (alhamdulillahnya waktu saya kecil tidak ada buku propaganda LGBT yang diterbitkan Elex, hehe).

Mungkin tidak ada yang percaya, jika sewaktu kecil dulu, saya pernah punya impian ingin menjadi seorang Arkeolog. Menjadi seorang Arkeolog merupakan pekerjaan yang tidak menjanjikan di dunia yang penuh dengan materialisme dan pragmatisme alias tidak menjanjikan, terlebih mindset anak-anak dan mahasiswa sekarang sudah tersetting dengan budaya instan - semua yang serba instan, termasuk soal pekerjaan.

Impian menjadi arkeolog, semata-mata bukan karena ketertarikan saya dengan fosil, namun lebih dari itu. Semakin beranjak besar, saya suka dengan hal-hal yang berbau "pencarian" dan "penelusuran". Ternyata baru saya sadari, bakat menjadi seorang peneliti sudah lama tumbuh dan berproses sejak penggalian tanah saat saya kecil.

Walaupun archeolodream saya tidak tercapai (karena ternyata kuliah Arkeologi tuh mahal ya, haha), namun saya masih suka menikmati buku-buku atau berita-berita yang berkaitan dengan arkeologi untuk memuaskan rasa ingin tahu sembari mengenang impian masa kecil saya.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -