Posted by : Sarah Larasati Mantovani Sunday 19 June 2011

by Sarah Larasati Mantovani on Friday, 30 April 2010 at 20:30

Geli rasanya saya ketika melihat massa FPI mengacaukan dan menggerebek acara seminar waria yang diadakan di sebuah hotel di Depok, Jawa Barat. Yang membuat saya jadi geli sendiri bukan karena massa FPI yang telah berhasil mengacaukan acara seminar waria tapi karena para waria yang saat itu sedang khusyuk-khusyuknya mengikuti acara tersebut, kontan saja langsung lari keluar ruangan karena dikejar-kejar oleh massa FPI. (Metro Tv, 30 April 2010, dalam seminar tersebut hadir Zainal Abidin-selaku pembicara dari KOMNAS HAM)

Tindakan yang dilakukan FPI menurut saya sudah benar. Bagaimana tidak? Wong seminar waria dari jauh-jauh hari sudah diwanti-wanti tidak boleh dilaksanakan lagi, apalagi waktu itu sempat beredar berita bahwa seminar waria se-Asia Tenggara akan dilaksanakan di Surabaya, hanya saja masyarakat Surabaya menentang keras seminar waria tersebut. Ya jelas saja, kalau massa FPI Depok kemudian mengacaukan acara tersebut. Apalagi dalam hal ini tidak ada tindakan yang tegas dari aparat Kepolisian setempat.

Perlakuan diskriminatif yang didapat oleh para waria sebenarnya tidak lepas dari perbuatan yang telah mereka lakukan (dalam hal ini adalah merubah jenis kelamin). Meskipun keberadaan mereka sudah ada sejak dari dulu tapi bagi masyarakat kita, keberadaan mereka masih dianggap tidak biasa dan "aneh".

Oke, para waria tersebut memang mempunyai hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Amandemen UUD 1945, pasal 28 E ayat 3 tentang HAM) dan mempunyai hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif (pasal 28 I ayat 2). Meskipun para waria mempunyai hak untuk itu, tapi secara moral perbuatan mereka dengan merubah jenis kelamin sudah keluar dari norma-norma agama.

Oke, saya tidak mempunyai hak untuk melarang mereka dengan merubah jenis kelamin menjadi laki-laki atau berperilaku seperti laki-laki lagi, tapi sebagai seorang perempuan tulen, saya sangat menyayangkan dengan jalan yang mereka pilih. karena pada dasarnya, Tuhan sudah menciptakan menusia sesuai dengan kodratnya. Laki-laki dengan kegagahan dan kekuatannya dan Perempuan dengan kecantikan dan kelemah-lembutannya. Tinggal bagaimana kita sebagai manusia mau mensyukurinya atau tidak.

Lalu kalau memang para waria tersebut diizinkan untuk bebas berbuat atas nama HAM, aliran-aliran sesat dibiarkan begitu saja atas nama HAM, kenapa masyarakat Aceh tidak diizinkan untuk mengimplementasikan Qanun Jinayah yang sudah disahkan? Karena masyarakat Aceh juga mempunyai hak untuk melaksanakan syari'at Islam secara keseluruhan.

Pantas saja, Ayah saya malah bersikeras melarang saya untuk menjadi bagian dari KOMNAS HAM suatu saat nanti. Karena menurutnya, HAM yang ada saat ini sudah mulai kebablasan dan atas nama HAM pula, seseorang bisa membenarkan segala perbuatannya (meskipun hal itu sudah keluar dari nilai-nilai ke-moral-an dan nilai-nilai agama). Weleh...weleh...weleh...

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -