Posted by : Sarah Larasati Mantovani Tuesday 8 February 2011

A. Asal mula dan pengertian Demokrasi

Istilah “Demokrasi” berasal dari Yunani kuno yang di utarakan di Athena kuno pada abad ke 5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.

Dalam demokrasi klasik, seluruh warga negara hadir dan secara kolektif membuat perundang-undangan, sebagaimana dipraktekkan pada negara Yunani kuno (Athena) atau seperti kasus pertemuan kota di Inggris.[1] Praktek politik yang dilakukan bangsa Athena justru tidak mempraktekkan apa yang di idealkan Plato. Dalam praktek politik tersebut, yang memerintah adalah rakyat mayoritas. Semua keputusan politik yang penting seperti perang dan perdamaian di buat oleh majelis rakyat. Hal ini kemudian disebuat demokrasi langsung. Para democrat bangsa Athena menganggap demokrasi mereka sebagai alternative dari tirani dan alternative dari pengaturan yang sewenang-wenang. Namun, pada akhirnya mereka mengetahui bentuk pemerintahan demokrasi pun dapat membuat keputusan yang melanggar hak asasi, sebagaimana yang dilakukan pemerintahan tirani. [2]

Kata “Demokrasi” sendiri berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti Pemerintahan, sehingga dapat di artikan sebagai pemerintahan rakyat atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini mejadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih Presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan Presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi, sebab kedaulatan rakyat memilih secara langsung Presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi tiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk di wujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang bersenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. [3]


B. Beberapa alasan kenapa demokrasi di pilih sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara

• Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental.
• Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.


C. Norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokratis

• Pentingnya kesadaran akan Pluralitas
• Musyawarah
• Pertimbangan moral
• Pemufakatan yang jujur dan sehat
• Pemenuhan segi-segi ekonomi
• Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai i’tikad baik masing-masing.
• Pandangan hidup demokrasi harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan. [4]


D. Tiga model Demokrasi

Paling tidak ada tiga model demokrasi, yaitu demokrasi formal, permukaan dan substantif.
Demokrasi formal ditandai dengan pemilihan umum yang teratur, bebas, adil dan kompetitif. Biasanya ditandai dengan tidak digunakannya paksaan secara berlebihan oleh negara terhadap masyarakat, secara teoritis lewat pertanggungjawaban pemerintah terhadap yang diperintah (warga negara) melalui kotak suara dan dilekatkannya rule of law. Ada kebebasan sipil dan politik yang cukup untuk menjamin kompetisi dalam pemilihan umum. [5]
Inti dari demokrasi formal adalah bahwa ada aturan dan ketentuan yang bermakna untuk menentukan perilaku dan kandungan dari pemilihan umum, sementara pemerintah harus mengaturnya dengan memperhatikan proses hukumnya. Dengan demikian, terutama sekali demokrasi formal meliputi ide tentang pilihan; sehingga pemerintah yang tidak populer dapat tersingkir karena keputusan masyarakat dalam pemilihan umum yang teratur. [6]

Demokrasi Permukaan merupakan demokrasi yang umum dipraktekkan di Dunia Ketiga. Tampak luarnya memang demokrasi tetapi sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Dahulu, demokrasi ini lazim terdapat di Amerika Latin. Demokrasi permukaan juga umum di Timur Tengah. Misalnya, Presiden Saddam Hussein (Irak), Hafez al-Assad (Syria), dan Hosni Mobarak (Mesir) di mana rezim penguasa tidak memiliki keinginan demokrasi yang sebenarnya. [7]

Sedangkan demokrasi substantif memperluas ide demokrasi di luar mekanisme formal, ia mengintesifkan konsep dengan memasukkan penekanan pada kebebasan dan diwakilinya kepentingan melalui forum publik yang di pilih dan dengan partisipasi kelompok. Ia merupakan pendalaman demokrasi dimana semua warga negara mempunyai akses yang mudah pada proses pemerintahan dan suara di dalam pengambilan keputusan secara kolektif. Terdapat saluran yang efektif atas pertanggungjawaban para pejabat negara. Demokrasi substantif menaruh perhatian pada berkembangnya kesetaraan dan keadilan, kebebasan sipil dan hak asasi manusia atau partisipasi murni dalam pemerintahan oleh mayoritas warga negara. [8]

Di zaman sekarang, beberapa negara yang mayoritas penduduknya Muslim menganut sistem demokrasi dalam menjalankan pemerintahan. Namun demokrasi, pengaruh Islam dalam pemerintahan masih begitu nampak dengan banyaknya perundang-undangan yang berbasis pada syari’at. Demokrasi tidak dijalankan secara sekuler seperti di negara-negara Barat, melainkan demokrasi yang mendapat pengaruh Islam.


E. Sisi Buruk Pemerintahan Demokrasi

• Prinsip persamaan hak yang tak waras
Demokrasi berbasis terhadap anggapan bahwa manusia semua sama atau sederajat, karena mereka akrab dan memiliki hal serupa di dalam mental, spiritual dan kualitas moral. Akan tetapi para pengkritik demokrasi membantah bahwa anggapan tersebut mustahil. Manusia tampak sangat luas berbeda di dalam figur jasmani, stamina moral dan kapasitas untuk belajar dengan berlatih dan pengalaman. Demokrasi adalah sebuah ide yang tidak mungkin dan juga tidak logis, untuk memberikan hak setiap individu dalam memilih merupakan hal yang merusak perhatian masyarakat.

• Pemujaan atas ketidak mampuan
Kritikan ini menggambarkan pemujaan ketidakmampuan, pemerintahan oleh mayoritas merupakan peraturan yang dipegang oleh manusia biasa, dimana secara umum tidak intelligent, memiliki opini yang tak terkontrol dan bertindak secara emosi tanpa alasan, pengetahuan yang terbatas, kurangnya waktu luang yang diperlukan untuk perolehan dalam memahami informasi dan curiga atas kecakapan yang dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, demokrasi adalah lemah di dalam kualitas. Tiada nilai politik yang tinggi tanpa anggota yang unggul di dalamnya.

• Mobokrasi
Di dalam demokrasi yang memerintah adalah publik sedangkan publik atau kelompok seringkali beraksi dengan cara menyolok yang sangat berbeda dari cara normal individu yang menyusun kelompok. Setiap kelompok kehilangan perasaan untuk bertanggung jawab, personalitas individu dan kesadaran mereka merupakan pilihan. Aksinya bersifat menurutkan kata hati dan menghasilkan dengan mudah, pengaruh atas saran dan pengaruh buruk perasaan dari kelompok lainnya. Oleh karena itu, jenis kelompok apapun beraksi di bawah stimuli sementara; mereka bergerak dengan menyetir masyarakat primitif. Publik seringkali berkelakuan zalim, bahkan merupakan orang yang sangat lalim. Hal yang tidak indah dimana pemimpin politik memanfaatkan psikologis rakyat banyak dan membangunkan nafsu masyarakat dalam aba-aba untuk memenangkan dukungan mereka.

• Oligarchy yang terburuk
Beberapa kritikan menegaskan bahwa demokrasi adalah pelatihan memimpin untuk menuju oligarchy yang terburuk. Telleyrand menggambarkan demokrasi adalah sebuah aristokrasi orang yang jahat. Hal lazim pada setiap manusia adalah cemburu atas keunggulan orang lain. Oleh karena itu, mereka jarang memilih orang yang mampu untuk memimpin mereka. Mereka sering memilih orang yang rendah kualitasnya, dimana sering tidak mengindahkan dan secara luar biasa cakap dalam mengatur diri mereka sendiri dengan sentimen yang tinggi. Orang yang jujur dan mampu jarang terpilih dalam demokrasi. Kekuatan demokrasi berada di tangan perusak dan koruptor. Carlyle mengapkirakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan tukang bual atau tukang obat.

• Pemerintahan para Kapitalis
Marxist mengkritik demokrasi yang menggolongkan demokrasi kaum borjuis. Mereka memperdebatkan doktrin kedaulatan yang menjadi dasar di dalam demokrasi adalah sebuah dongeng. Padahal demokrasi dalam hak suara orang dewasa melahirkan dendam dan berada di bawah analisa pemerintahan kapitalis yang mana bisa dikatakan dari kapitalis untuk kapitalis. Uang adalah pemimpin dan peraturan di dalam pemerintahan demokrasi seperti bentuk pemerintahan yang lain. Bisnis dan finansial adalah tokoh terkemuka yang mengeluarkan dana milyaran dalam pemilihan dan ini semua untuk menarik pengikut agar bersatu dan memilihnya sebagai wakil mereka. Mereka membiayai partai-partai politik dan membeli para politikus. Maka dari sinilah negara di perintah oleh kelompok yang menarik perhatian.

• Pemerintahan oleh sekelompok kecil
Disini menegaskan demokrasi atas nama tidak terdukung. Setiap negara yang memiliki populasi terbesar tidak pernah melatih vote mereka. Lagipula dalam demokrasi di kebanyakan negara yang melewati angka pemilihan keluar sebagai juara. Di bawah sistem ini sering terjadi atas minoritas partai mendapatkan vote meraih meraih kembali kekuatan. Sedangkan partai yang tidak meraih suara yang memadai, maka akan menjadi sebagai partai oposisi atau sayap kiri. Jadi, demokrasi adalah pemerintahan yang berhenti untuk menjadi pemerintahan yang mayoritas.

• Sistem partai yang korup dan melemahkan bangsa
Demokrasi berbasis atas sistem partai. Partai-partai dipandang sangat diperlukan untuk kesuksesan demokrasi. Akan tetapi system partai telah merusak demokrasi dimana-mana. Partai-partai meletakkan perhatian utama mereka sendiri daripada bangsa mereka. Semua perlengkapan institusional dan idelogical orang-orang yang berhak memilih dalam pemilihan adalah korup. Mereka menganjurkan ketidaktulusan, mengacaukan persatuan bangsa, menyebarkan dusta dan merendahkan standar moral rakyat. Mesin partai dengan baik bekerja atas setiap individu warga Negara, siapa saja yang berkeinginan menggunakan sedikit pendapat atau tiada kebebasan. Faktanya, system fasilitas daripada partai menghalangi operasi peraturan lalim. Sistem partai menciptakan kelompok politik professional yang mana kebanyakan dari mereka tidak mampu berkerja secara serius dan membangun.

Mereka tumbuh berkembang di atas kesalahan masyarakat yang berhasil mereka tipu dan dimanfaatkan. Mereka selalu menciptakan kepalsuan pokok persoalan untuk menjaga bisnis yang berjalan. Para politikus tidak hanya memonopoli kekuatan , akan tetapi menguasai juga wibawa sosial. Hasilnya, rakyat sibuk dalam profesi yang beragam dan lapangan kerja yang timbul berjenis dalam kondisi yang rumit dan terlelap di dalam pekerjaan mereka masing-masing.

• Menghalangi perkembangan sosial

Menurut Faguet, demokrasi adalah sebuah benda yang aneh sekali bentuknya dalam biologis; ia tidak sebaris dengan proses perkembangan Hukum perkembangan adalah mendakinya kita dalam derajat perkembangan sentralisasi yang baik; perbedaan bagian tuuh memberikan kelainan pada fungsi. Otak mengontrol semua bagian organisme. Demokrasi adalah anti perkembangan. Ia tidak memiliki sistem sentral yang di takuti. Tidak ada satu badan bagian politik yang bisa berpikir dan merancang semua organismenya; ia mengira bahwa otak bisa dialokasikan dimana-mana dalam organisme.

• Menghalangi perkembangan intelektual
Kritikan terhadap demokrasi adalah menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan, kesenian dan kesusastraan. Rakyat jelata menjadi bodoh dan kolot dalam segi pandang dimana bermusuhan terhadap aktifitas serius intelektual. Seniman dan penulis memulai untuk memeuhi vulgar dan memiliki selera rendah bahkan menjadi perhatian bagi rakyat jelata. Hasil dari seni dan sastra sama dengna merendahkan derajat. Di dalam perkataan Burn; peradaban yang dihasilkan bisa dikatakan biasa dan tumpul.

• Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang mahal
Propaganda partai dan sering mengunjungi pemilihan membutuhkan pengeluaran yang besar. Sebagai contoh di India, milyaran rupee tersalurkan untuk setiap lima tahun pemilihan. Jumlah uang yang sangat besar ini dikeluarkan sebagai gaji dan upah para legislator. Dana yang seharusnya di pakai untuk tujuan produktif, dihabiskan dengan sia-sia atas dasar berkampanye dan jumlah ilmu perawatan.
Lord Bryce adalah pakar yang mempelajari secara luas dan membuat catatan demokrasi dari berbagai negara, menyatakan beberapa keburukan di dalam demokrasi modern sebagai berikut :
1. Uang adalah kekuatan yang menyesatkan administrasi dan perundang-undangan.
2. Kecenderungan untuk membuat demokrasi sebagai profesi yang menguntungkan.
3. Keroyalan di dalam administrasi.
4. Penyalahgunaan doktrin persamaan hak dan gagal untuk menghargai nilai keahlian administrasi.
5. Kekuatan organisasi partai yang tidak pantas.
6. Kecenderungan para legislator dan pejabat untuk bermain atas vote, di dalam melewati hukum dan tahan terhadap pelanggaran perintah. [9]




Footnote:
[1] Imam Khomeini, Sistem pemerintahan Islam, Jakarta : Pustaka Zahra, 2002, hlm. 12.
[2] Sidney Hook, “Demokrasi sebuah tinjauan umum” dalam Kelompok Studi Indonesia, Menegakkan Demokrasi : Pandangan Sejumlah Tokoh dan Kaum Muda Mengenai Demokrasi di Indonesia, Jakarta : Yayasan Studi Indonesia, 1989, hlm. 23-25.
[3] Demokrasi, diambil dari situs www.wikipedia.com
[4] M. Arief, Diktat mata kuliah Kewarganegaraan, Pamulang : Universitas Pamulang, 2008, hlm. 21
[5] Sidney Hook, Op Cit., hlm. 38.
[6] Jeff Haynes, Demokrasi dan Mayarakat Sipil di Dunia Ketiga : Gerakan Politik Baru Kaum Tertinggi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, hlm. 137.
[7] Ibid., hlm. 138
[8] Ibid., hlm. 141
[9] S.N Dubey, Sisi Buruk Pemerintahan Demokrasi, 05 Oktober 2007, diambil dari situs www.google.com

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -