- Back to Home »
- Investigation »
- Aktivis Feminis-Rena : "Hak Transgender Masuk Dalam RUU KG"
Posted by : Sarah Larasati Mantovani
Tuesday, 6 March 2012
Foto : kalyanamitra.co.id |
Melalui inbox FB, Ia berkata, "Maaf, aku sendiri tidak menguasai RUU tersebut... mungkin kamu bisa menghubungi Rena dari Kalyanamitra yang menggagas RUU ini, dia juga seorang feminis".
Akhirnya pada hari Rabu (15/02), saya langsung meminta mba Rena untuk wawancara via email, berikut petikan wawancaranya :
Sarah : Apa yang mendasari mba untuk memperjuangkan Kesetaraan Gender dan ikut menggagas RUU kesetaraan Gender?
Rena
: Karena masih terjadi diskriminasi dan kekerasan berbasis gender yang
menyebabkan ketidakadilan gender di Indonesia. Kedudukan dan posisi perempuan
masih dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki oleh masyarakat diberbagai
bidang kehidupan. Hal ini terjadi karena masih kuatnya nilai-nilai, praktek
budaya, sistem sosial dan bentuk lainnya yang patriarkis yang mengutamakan
laki-laki daripada perempuan.
Nilai-nilai
ini terinternalisasi dalam pikiran dan praktik hidup masyarakat. Sampai saat
ini masih banyak terjadi berbagai masalah ketidakadilan bagi perempuan,
diantaranya :
(1) Masalah kekerasan berbasis gender (seperti : perkosaan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(Domestic Violence), Kekerasan Dalam Pacaran (Abusive Dating
Relationship), pelecehan seksual, perdagangan perempuan, praktek sunat
perempuan, serta eksploitasi seks dan kekerasan terhadap perempuan dalam dunia
prostitusi);
(2) Masalah di bidang pendidikan
(akses perempuan belum setara dengan laki-laki untuk mengenyam pendidikan mulai
dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, semakin tinggi jenjang
pendidikan semakin kecil presentasi perempuan, tingginya angka buta huruf dan
putus sekolah perempuan, kurikulum dan materi ajar yang bias gender di sekolah
dan lembaga keagamaan;
(3) Masalah di bidang kesehatan (rendahnya
akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan, terutama
perempuan miskin, ruang lingkup kesehatan reproduksi dititikberatkan dalam
konteks pernikahan (sehingga terjadi diskriminasi akses layanan dan
perlindungan kesehatan reproduksi bagi perempuan yang belum/tidak menikah,
remaja, lansia dan janda, Angka Kematian Ibu yang tinggi akibat gizi buruk dan
kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas , diskriminasi
terhadap pelayanan KB (hanya sedikit laki-laki menikah yang mengikuti program
KB, dan kesulitan untuk mengikuti program KB bagi laki-laki/perempuan yang
belum/tidak menikah, masih ada mitos dan praktek kebiasaan di masyarakat yang
berpotensi merusak organ reproduksi perempuan, bahkan mengancam kematian bagi
perempuan, tingginya prevalensi HIV yang dialami perempuan, termasuk ibu rumah
tangga;
(4) Masalah diskriminasi masih
terjadi bagi buruh perempuan di sektor
formal/informal/buruh
migran (diskriminasi dalam kesempatan kerja, promosi jabatan dan upah, tindakan diskriminatif terkait dengan posisinya sebagai perempuan,
seperti pelecehan seksual, tidak mendapat atau dipersulit cuti
haid/hamil/melahirkan, tidak mendapat jaminan kesehatan dan kesejahteraan
ketika hamil/melahirkan/paska melahirkan;
(5) Belum adanya
perlindungan hukum dan jaminan sosial bagi PRT (Pekerja Rumah Tangga) dan buruh
migran, termasuk jaminan kesehatan reproduksinya, upah rendah, fasilitas kerja
tidak memadai, jaminan keselamatan kerja, rentan terhadap kekerasan (perkosaan, rentan diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual), terbatasnya akses informasi, komunikasi, sosialisasi dan
berorganisasi, serta umumnya tidak ada hari libur dan cuti.
Sarah
: Dimana fungsi dan peran Perempuan saat disejajarkan?
Rena
: Saat ini fungsi dan peran perempuan memang sudah ada kemajuan karena
perempuan dapat berkiprah di ruang publik dan bekerja untuk mencari nafkah,
namun sayangnya peran-peran domestik dalam rumah tangga masih dilekatkan
pada perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab terhadap tugas-tugas
domestik seperti membersihkan rumah, memasak, melayani suami dan merawat
anak-anak. Padahal dalam keanyataannya banyak perempuan juga bekerja di luar
rumah, tidak jarang menjadi pencari nafkah utama. Hal ini menjadi beban ganda
tersendiri untuk perempuan.Seharusnya peran domestik ini juga
menjadi tanggungjawab bersama antara suami, istri dan
anggota keluarga, bukan hanya diberikan kepada perempuan.
Sarah
: Kenapa harus memakai nama "Kesetaraan Gender"? bukan
"Kesamaan" atau "Keadilan"?
Rena
: Istilah yang lebih tepat adalah kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan
gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
bidang-bidang lainnya.Sedangkan keadilan gender adalah suatu keadaan dan
perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan
laki-laki sebagai individu, angggota keluarga, masyarakat dan warga negara.Kalau
kita menggunakan istilah kesamaan (sameness) berarti kita menuntut segala hal
yang sama antara perempuan dan laki-laki, padahal ada kondisi-kondisi
biologis yang berbeda antara perempuan dan laki-laki sehingga perempuan
memerlukan perlakuan khusus misalnya karena perempuan menjalankan
reproduksi untuk hamil dan melahirkan sehingga memerlukan perlakuan khusus
untuk perlindungan selama masa kehamilan dan menyusui. Istilah yang lebih
tepatnya lagi adalah persamaan (equality) dimana perempuan memiliki hak
untuk mendapatkan akses, berpartisipasi, terlibat dalam pengambilan keputusan
dan memperoleh manfaat dari suatu program pembangunan atau kebijakan yang
dibuat oleh negara.
Sarah
: Kesetaraan Gender yang saya lihat selama ini selalu mengusung tagline "My Body is My Rights", kenapa
memilih tagline tersebut?
Rena : My Body is My Rights merupakan hak
perempuan atas integritas dan kontrol terhadap tubuhnya sendiri. Karena kontrol
terhadap perempuan yang terjadi saat ini ditentukan oleh pasangan, suami,
keluarga, masyarakat bahkan negara. Perempuan berhak miliki hak otonomi untuk
pengambilan keputusan yang terkait dengan tubuhnya sendiri misalnya cara
berpakaian, hak untuk hamil, melahirkan dan menyusui, penentuan jumlah dan
jarak kelahiran anak, memilih alat kontrasepsi, hak seksual dan seksualitas,
dan lain-lain.
Sarah
: Kenapa untuk menangani masalah ketidakadilan, diskriminasi dan kekerasan pada
Perempuan harus diperlukan Kesetaraan gender?
Rena
: Kesetaraan gender diperlukan agar perempuan dan laki-laki memiliki akses,
kesempatan dan hak yang sama untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Untuk
itu diperlukan suatu kondisi yang kondusif agar perempuan dapat maju dan
tindakan khusus sementara atau affirmatife action untuk mempercepat persamaan
antara perempuan dan laki-laki di segala bidang kehidupan.
Sarah
: Apakah Kesetaraan Gender juga masuk dalam ranah Agama? Kalau ya, apa yang
mendasari hal tersebut?
Rena
: Ya karena seringkali terjadi penafsiran agama yang salah yang menyebabkan
perempuan mendapat perlakuan yang tidak adil.
Sarah
: Bagaimana pendapat mba mengenai Hukum waris Islam yang dalam hal ini lebih
berat ke kaum Adam? Apakah hal tsb juga termasuk diskriminasi dan perlu
dirubah?
Rena
: Tentang masalah waris tidak adil jika lebih berat ke laki-laki, seharusnya
ada pertimbangan-pertimbangan khusus sehingga perempuan juga mendapatkan hak
yang sama dengan laki-laki, apalagi misalnya perempuan tersebut adalah kepala
keluarga.
Sarah
: Kemudian, apabila kader Perempuan masuk dalam akademisi/sekolah militer
apakah dia juga harus menjalani tes fisik yang sama seperti yang diberlakukan
kepada kader Laki- laki?
Rena
: Tes fisik untuk kader perempuan untuk masuk dalam akademisi/ sekolah militer
seharusnya tidak diskriminatif karena tes pemeriksaaan hymen (virginitas) hanya
diberlakukan untuk perempuan. Tes ini seharusnya dicabut karena tidak ada
hubunggannya dengan kecakapan sebagai polisi/militer.
Sarah
: Sebagian dari Feminis ada yang menolak untuk menyusui bayi mereka karena
mereka menganggap bahwa tugas itu bukan merupakan suatu kodrat, pertanyaan saya
simple saja, jika menyusui itu bukan suatu kodrat lalu untuk apa Tuhan
menciptakan payudara untuk Perempuan?
Rena
: Payudara dan rahim adalah kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Untuk masalah
menyusui tidak terkait dengan masalah kodrat tetapi merupakan hak perempuan
untuk memutuskan apakah dirinya ingin menyusui atau tidak karena
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
RUU Kesetaraan Gender
Sarah
: Apakah atas dasar RUU Kesetaraan Gender, seorang Perempuan berhak untuk bekerja
tanpa izin suami, misalnya?
Rena
: Masalah perempuan bekerja diluar rumah bukan mutlak ditentukan karena izin
suami, karena perempuan juga memiliki hak untuk bekerja. Namun tentu saja
diperlukan hal ini perlu didiskusikan terlebih dahulu untuk mencapai
kesepakatan bersama antara suami dan istri untuk kepentingan terbaik keluarga.
Perempuan yang memutuskan bekerja juga memerlukan dukungan penuh dari keluarga.
Sarah
: Dimana posisi hak asuh anak dalam RUU Kesetaraan Gender?
Rena
: Dalam RUU usulan masyarakat sipil, pengasuhan dan perwalian anak terutama
anak-anak yang masih membutuhkan pengasuhan ibu, harus diberikan kepada ibu
demi kepentingan terbaik anak.
Sarah
: Apakah anak Laki-laki yang terkena diskriminasi atau kekerasan dari orangtuanya
termasuk dalam RUU Kesetaraan Gender?
Rena
: Untuk masalah kekerasan terhadap anak dapat menggunakan UU Perlindungan Anak
dan UU KDRT. UU Kesetaraan Gender sebaikny alebih ditujukan untuk memberikan
jaminan pemenuhan hak-hak perempuan.
Sarah
: Apakah Islam belum mengakomodasi Kesetaraan sehingga perlu adanya
undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut?
Rena
: Sebenarnya kalau kita mempelajari Islam secara benar dan lebih dalam, Islam
sangat menghargai dan memuliakan perempuan. Namun seringkali ajaran agama Islam
diinterpretasikan secara sempit dan kaku sehingga perempuan diposisikan sebagai
mahluk yang lemah. Oleh karena itu diperlukan kajian yang lebih kontekstual
dengan menggunakan perspektif gender terhadap interpretasi ajaran
agama demi kemashlahatan kaum perempuan dan laki-laki.
Sarah
: Apakah dalam RUU Kesetaraan Gender ini juga memuat hak-hak Transgender?
Rena
: Tidak secara spesifik memuat hak-hak transgender, tetapi UU ini diharapkan
dapat melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi berdasarkan apapun, termasuk jenis kelamin, etnis, status perkawinan,
kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan
stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi,
jenis pekerjaan, atau status lainnya.
(SLM)
(SLM)
Begitulah cara berpikir kaum feminis, terutama yang mengaku feminis Islam. Atas nama kesetaraan gender, mereka menyalahkan Ulama lantaran telah melakukan bias gender dalam penafsiran. Sehingga, hukum-hukum dalam Islam kemudian berubah. Inspiring eritings :-)
ReplyDeleteanda bicara seperti itu karena anda laki-laki... coba deh anda rasakan bagaimana rasanya tidak boleh sekolah, bagaimana rasanya ketika anda jadi korban pemerkosaan namun malah anda yang dihukum, atau coba deh anda rasakan perasaan tidak aman di malam hari. saya yakin anda akan mengerti... sudah jelas kok, di arab perempuan tidak boleh mengendarai kendaraan bermotor, bahkan belakangan ini ISIS membunuh 2 perempuan yang ketahuan sedang belajar hukum di Iraq. basisnya apa? penafsiran.
Delete