- Back to Home »
- Investigation »
- Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender
Posted by : Sarah Larasati Mantovani
Wednesday, 22 February 2012
Usaha aktivis feminis untuk melegalkan Kesetaraan Gender di Indonesia sudah dimulai sejak Indonesia meratifikasi CEDAW, dari CEDAW tersebut lahirlah UU No. 7 tahun 1984, kemudian disusul dengan terbitnya UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, adanya upaya legalisasi aborsi melalui UU
Kesehatan dan adanya upaya membuat Counter Legal Draft-Kompilasi Hukum Islam
tandingan yang dibuat oleh Prof. Musdah Mulia bersama tim pengarusutamaan
gendernya pada tahun 2008 lalu. Dalam bidang politik, aktivis feminis juga
berada di belakangnya keluarnya UU Pemilu tahun 2008 tentang kuota Caleg perempuan
sebanyak 30 persen. (Dinar Kania, Isu
Gender: Sejarah dan Perkembangannya, Jurnal ISLAMIA Vol III No. 5, hlm. 27).
Namun bagaimana isi RUU yang dibuat oleh aktivis feminis tersebut? Check this out!
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN GENDER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ,
Menimbang : a. bahwa
negara menjamin hak setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
diskriminatif sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengesahkan Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women) dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 yang harus ditindaklanjuti pemenuhan hak-haknya
pelaksanaan secara efektif;
c. bahwa penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dimaksudkan untuk mewujudkan
kesetaraan gender, dilaksanakan dengan strategi pengarusutamaan gender di semua
bidang kehidupan dalam pembangunan nasional;
d. bahwa
dalam masyarakat masih terjadi perlakuan yang belum sepenuhnya mencerminkan
pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak perempuan, yang merupakan dampak
berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d perlu membentuk Undang-
Undang tentang Kesetaraan
Gender;
Mengingat : 1. Pasal
5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal
28C, Pasl 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J,
Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); (harus
masuk)
3. Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESETARAAN GENDER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Gender adalah nilai-nilai
sosial budaya yang dianut oleh masyarakat setempat mengenai tugas, peran,
tanggung jawab, sikap dan sifat yang dianggap patut bagi perempuan dan
laki-laki, yang dapat berubah dari waktu ke waktu.
2.
Kesetaraan Gender adalah
kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan
seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam
proses pembangunan, dan penikmatan
manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan.
3.
Diskriminasi berbasis
gender adalah segala bentuk diskriminasi yang didasarkan atas jenis kelamin
yang dapat mengakibatkan kerugian terutama bagi perempuan.
4.
Diskriminasi terhadap
perempuan adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan, dan
segala bentuk kekerasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin,
yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan
pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil
atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka,
atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki.
5.
Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
perspektif gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional, termasuk penghapusan segala bentuk diskriminasi dan
perlindungan terhadap perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
6.
Pemerintah Pusat,
selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7.
Pemerintah Daerah adalah
Gubernur, Bupati/ Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
8.
Menteri adalah menteri
yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan kesetaraan gender diwujudkan
berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. keadilan gender;
c. persamaan substantif;
d.
non-diskriminasi;
e. perlindungan;
f. pemberdayaan;
g. partisipasi;
h. akuntabilitas; dan
i. kesinambungan.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan kesetaraan gender bertujuan:
a. menghormati,
melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan sebagai hak
asasi manusia;
b. mewujudkan keadilan gender di segala bidang kehidupan;
c. menyelenggarakan pelaksanaan tindakan-khusus-sementara untuk mempercepat
tercapainya persamaan substantif antara perempuan dan laki-laki di segala
bidang kehidupan;
d. menyelenggarakan upaya pemenuhan
hak perempuan atas perlindungan
kesehatan reproduksi;
- menghapus segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap
perempuan; dan
- menghapus prasangka,
kebiasaan dan segala praktik lainnya yang didasarkan atas inferioritas
atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasarkan peranan
stereriotipe bagi perempuan dan laki-laki.
BAB III
KEWAJIBAN NEGARA
Pasal 4
(1) Negara wajib memberikan perlindungan dan menjamin terwujudnya kesetaraan
gender termasuk tindakan-khusus-sementara, yang mencakup akses, partisipasi, kontrol dalam proses
pembangunan dan penikmatan manfaat yang sama dan adil bagi perempuan dan
laki-laki dalam pembangunan nasional.
(2) Pemberian perlindungan dan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh lembaga negara, lembaga pemerintahan, dunia usaha dan swasta serta
melibatkan partisipasi seluruh warga negara.
(3) Pemberian perlindungan dan penjaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi :
- peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan perempuan;
- peningkatan keterlibatan perempuan dalam semua bidang kehidupan
- penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan;
- penghapusan prasangka dan kebiasaan serta segala praktek lainnya yang
memarjinalkan perempuan;
- peningkatan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kesetaraan gender ;
dan
- perlindungan hak korban diskriminasi dan kekerasan
berbasis gender, atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Pasal 5
(1) Lembaga negara dan lembaga pemerintahan
wajib menentukan strategi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) melalui berbagai kegiatan yang sekurang-kurangnya meliputi:
- peningkatan pelaksanaan dan penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dalam semua bidang pembangunan;
- pelaksanaan tindakan-khusus-sementara untuk mewujudkan kesetaraan nyata antara perempuan
dan laki-laki;
- pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan
kesetaraan gender; dan
- harmonisasi peraturan perundang-undangan dan perumusan kebijakan
pembangunan berperspektif gender.
(2) Bagi Dunia usaha dan swasta
serta masyarakat wajib menentukan strategi
pelaksanaan melalui kegiatan
sekurang-kurangnya sebagaimana (yang) dimaksud
pada ayat (1) huruf a, b, dan huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
perlindungan, penjaminan dan penentuan strategi serta pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
(1) Setiap lembaga negara dan lembaga pemerintahan melakukan penelitian dan pengkajian untuk memastikan perspektif gender terintegrasi dalam peraturan perundang-undangan dan perumusan
kebijakan pembangunan.
(2) Hasil penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan secara luas kepada masyarakat.
Pasal 7
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintahan, dunia usaha dan swasta wajib
melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan kerja sama dan koordinasi.
(3) Menteri menetapkan pedoman pemantauan dan evaluasi secara
nasional.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA
NEGARA
Pasal 8
Setiap warga negara berhak :
- memperoleh kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil untuk
mendapatkan pemenuhan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang
lainnya;
- mendapatkan perlindungan dan penjaminan melalui peraturan
perundang-undangan yang tidak diskriminatif gender; dan
- mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai
korban dari segala bentuk diskriminasi
dan tindak kekerasan berbasis gender.
Pasal 9
(1) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a meliputi tetapi tidak terbatas pada hak:
- mempertahankan, mengganti, dan memperoleh kembali kewarganegaraannya;
- pemenuhan hak perempuan atas perlindungan kesehatan reproduksi;
- Hak pendidikan;
- Hak jaminan sosial;
- Hak ekonomi dan ketenagakerjaan;
- Hak partisipasi di bidang politik dan hubungan internasional;
- keterwakilan perempuan dalam proses dan lembaga perumusan kebijakan
dan pengambilan keputusan publik;
- perkawinan dan hubungan keluarga; dan
- proses dalam penegakan hukum.
(2) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berlaku juga bagi perempuan pedesaan dan perempuan kepala keluarga.
Pasal 10
Setiap warga negara wajib:
- memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada pihak
yang berwenang jika mengetahui terjadinya diskriminasi berbasis gender;
- mencegah terjadinya diskriminasi berbasis gender; dan
- melakukan upaya perlindungan korban diskriminasi berbasis gender.
Pasal 11
Kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan
dengan cara:
- meningkatkan pemberdayaan anggota masyarakat untuk memahami dan
menghormati hak perempuan;
- menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat untuk menghapus
diskriminasi berbasis gender;
- menumbuhkan sikap tanggap anggota masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial; dan
- memberikan pendapat, dan saran-saran tindak lanjut penanganan pelanggaran hak perempuan.
BAB V
PENGARUSUTAMAAN GENDER
Pasal 12
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta wajib menggunakan pengarusutamaan
gender dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya.
(2) Pengarusutamaan gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam perumusan kebijakan dan program yang dimulai dari
tahapan perencanaan, penganggaran, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi, sampai dengan
pelaporan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
diintegrasikan ke dalam setiap pendidikan dan pelatihan bagi aparatur lembaga negara, pemerintahan dan pemerintahan daerah, masyarakat, dunia usaha dan swasta.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengarusutamaan
gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan pengarusutamaan gender yang
efektif oleh lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta, serta lembaga
lain wajib dilakukan pengawasan.
(2) Pengawasan atas dilaksanakannya
pengarusutamaan gender yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga
negara, lembaga pemerintah, masyarakat, dunia usaha
dan swasta.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi
pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
(4) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikonsolidasi menteri
koordinator yang membidangi kesejahteraan rakyat.
(5) Hasil konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disampaikan
kepada Menteri untuk dilakukan analisis guna penyempurnaan kebijakan dan
pelaksanaan pengarusutamaan gender.
Pasal 14
(1) Pimpinan lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan
swasta wajib melaksanakan dan bertanggung jawab atas pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pengarusutamaan gender sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.
(2) Masing-masing pimpinan bertanggung jawab atas hasil pemantauan dan evaluasi
yang dilakukan dan hasilnya dapat diumumkan kepada masyarakat.
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
pengarusutamaan gender kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat hasil pemantauan dan
evaluasi yang sekurang-kurangnya mengenai:
a. kebijakan mengenai kesetaraan gender dan implementasinya;
b. distribusi kesetaraan gender di setiap kategori atau jenis pekerjaan; dan
c. hal lain yang dianggap penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berjejaring antarlembaga.
Pasal 16
(1) Menteri
melaporkan hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan
Pasal 14 secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun kepada
Presiden.
(2) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meliputi:
a. hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender
b. hambatan yang terjadi;
c. upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi hambatan yang terjadi dan
rencana kedepan; dan
d. hal-hal lain yang dianggap penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender.
Pasal 17
(1)
Dalam
hal hasil analisis pengarusutamaan gender belum menunjukkan terwujudnya
kesetaraan gender, maka lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta wajib mengambil langkah-tindak untuk perwujudan
kesetaraan gender melalui kesempatan yang sama dan adil sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 9.
(2) Segala biaya untuk
melaksanakan langkah-tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada masing-masing lembaga.
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 18
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam upaya
mewujudkan pemberdayaan masyarakat dan
mewujudkan kesetaraan gender, serta melakukan upaya pengarusutamaan gender.
(2) Partisipasi masyarakat dilakukan dengan jalan memantau program dan
kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga negara, pemerintah, dan pemerintah daerah,
masyarakat, dunia usaha, dan swasta atau lembaga lain dalam melaksanakan
pengarusutamaan gender.
(3) Media sebagai kelompok masyarakat yang
strategis untuk mempromosikan pemahaman tentang kesetaraan gender bertanggung
jawab untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan dukungan masyarakat untuk
mewujudkan kesetaraan gender melalui pengarusutamaan gender.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang
ini atau peraturan perundang-undangan terkait,
masyarakat berhak melaporkan atau mengadukan
kepada pejabat yang berwenang atau lembaga-lembaga yang menangani keluhan/ pengaduan
atas pelanggaran kesetaraan gender.
(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat, tata cara pengaduan
atau pelaporan dan penanganan, pengembangan sistem informasi tentang kondisi
kesetaraan gender diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 19
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan bagi lembaga negara,
lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta yang telah melaksanakan pengarusutamaan gender
dan memenuhi kriteria untuk mewujudkan kesetaraan gender.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandai dengan semakin
membaiknya kondisi dan posisi perempuan di berbagai bidang pembangunan dan
efektifnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan dan program yang
responsif gender.
(3) Menteri menetapkan pedoman pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 20
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan swasta, yang diberikan
tanggung jawab untuk melaksanakan pengarusutamaan gender, tetapi tidak melaksanakan pengarusutamaan gender, dapat dikenai sanksi
administratif atau pemberian disinsentif yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
teguran lisan, teguran tertulis, denda administratif, dan sanksi administratif
lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif atau pemberian
disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melanggar atau tidak melaksanakan kesetaraan gender,
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tindak pidana yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan undang-undang lain dilakukan oleh seseorang yang dilatarbelakangi
oleh diskriminasi gender, maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari ancaman
maksimum pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
undang-undang lain tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi korporasi.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang
ini harus sudah ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
Undang-Undang ini.
Pasal 23
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada
tanggal
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN … NOMOR .....
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR........
TAHUN.......
TENTANG
KESETARAAN
GENDER
I. UMUM
Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk
anak laki-laki dan anak perempuan pada dasarnya mempunyai hak asasi yang sama
dan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah demi kehormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusia tanpa diskriminasi. Negara, utamanya
lembaga negara dan lembaga pemerintah, wajib bertanggung jawab atas
penghormatan, perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
Indonesia sebagai negara hukum, yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
menjamin setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, bahwa
kedudukannya bersamaan di hadapan hukum dan pemerintahan; menjamin untuk setiap warga negara untuk mendapatkan
perlindungan dan bebas dari perlakuan
yang bersifat diskriminatif.
Komitmen Indonesia tersebut ditegaskan dengan telah
meratifikasi Konvensi PBB, yakni, Convention
on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women (CEDAW) dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Wanita (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3277) dan merupakan satu-satunya instrumen hukum
internasional yang paling komprehensif ,dinamis dan progresif, yang khusus
dibentuk untuk mempromosikan dan melindungi hak perempuan secara menyeluruh dan
sistematis, sekaligus memberikan kewajiban kepada negara untuk memenuhi hak
perempuan yang menunjukkan adanya capaian hasil nyata. Hak tersebut wajib
dipenuhi sejak dalam kandungan sampai akhir hayat.
Konvensi tersebut lebih memperhatikan kesetaraan dalam
akses dan kesetaraan menikmati manfaat. Lebih lanjut, jaminan untuk penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak
asasi manusia juga sebagaimana telah dinyatakan dalam Pasal 45 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa ”Hak wanita dalam
Undang-Undang ini adalah hak asasi manusia”.
Pelaksanaan untuk penegakan pencapaian kesetaraan gender,
bukan saja secara de jure harus ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan tetapi secara de facto pun wajib diwujudkan dengan pendekatan
yang berperspektif gender, khususnya dalam rangka meningkatkan kedudukan,
peran, dan kualitas hidup perempuan dalam rangka mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, pemerintah Indonesia memandang perlu menentukan strategi
pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembanguan nasional, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua lembaga
negara, lembaga pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Peran serta masyarakat merupakan dorongan
yang efektif dan lebih mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender secara
terpadu dan terkoordinasi, dengan mengintegrasikan dan merupakan bagian
integral dalam tahapan perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing
lembaga dan masyarakat.
Untuk menjalankan kebijakan dan program pembangunan di
atas, perlu dasar hukum yang kuat, yakni dengan membentuk undang-undang. Selama
ini, dalam kenyataannya selain belum
adanya ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan semua lembaga negara untuk
melaksanakan strategi pengarusutamaan gender, bagi lembaga pemerintah dan
pemerintah daerah pun masih belum sepenuhnya melaksanakan instruksi Presiden
terkait pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Beberapa
hal yang menghambat dalam implementasinyanya, antara lain, lemahnya pemahaman mengenai konsep gender dan strategi
pengarusutamaan gender, belum kuatnya komitmen pimpinan suatu lembaga
pemerintah dan pemerintah daerah termasuk jajarannya terhadap pengarusutamaan
gender, sehingga hal ini sangat memperlambat jalannya proses pembangunan yang
hasilnya diharapkan dapat dirasakan adil dan bermanfaat bagi seluruh warga
negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan uraian tersebut, upaya untuk terus
mempromosikan, menghormati, melindungi, memenuhi dan mewujudkan kesetaraan
gender yang adil baik bagi laki-laki maupun perempuan di berbagai aspek
kehidupan dan seluruh bidang pembangunan, maka sudah saatnya sistem dan
mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam proses pembangunan nasional,
penekanan terhadap pentingnya pengintegrasian perspektif gender dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan, pembentukan hukum dan proses
penegakkan hukum yang responsif gender dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip
negara hukum yang demokratis, pengawasan keuangan negara melalui perencanaan
dan penganggaran yang responsif gender, utamanya sebagai penegakkan prinsip
kewajiban negara baik secara de jure maupun de facto dalam
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam masyarakat Indonesia, maka
perlu dibentuk suatu pengaturan yang komprehensif dalam Undang-Undang tentang
Kesetaraan Gender untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di berbagai
bidang kehidupan masyarakat Indonesi melalui penegasan peran dan fungsi pada masing-masing lembaga tinggi negara,
yakni lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang responsif gender.
Undang-Undang ini pada dasarnya melengkapi peraturan
perundang-undangan yang sudah ada dan Undang-Undang ini sekaligus sebagai
undang-undang payung (umbrella act). Undang-Undang ini mengatur mengenai
hak warga negara dan kewajiban negara untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai pengarusutamaan gender yang wajib
dilaksanakan oleh negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia
usaha, dan swasta. Untuk lebih implementatif, Undang-Undang ini mengatur
mengenai partisipasi masyarakat dan penghargaan serta sanksi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan langkah-tindak
dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keadilan gender” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
keadilan dalam akses, partisipasi, kontrol dan perolehan manfaat dalam
pembangunan nasional bagi setiap warga negara tanpa kecuali dengan tidak
membeda-bedakan perempuan dan laki-laki.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas persamaan substantif” adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus
bertujuan memenuhi hak asasi manusia, merealisasi pemenuhan kebutuhan hidup dan aspirasi yang
berbeda antara perempuan dan laki-laki, disebabkan karena kodrat yang berbeda.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas non-diskriminasi” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
pengakuan, penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia serta kesetaraan gender
yang adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas perlindungan” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya perlindungan
hak asasi manusia bagi perempuan dan anak perempuan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
adanya perolehan pengetahuan, pemahaman, pengalaman, kemampuan dan kemandirian
bagi perempuan dan laki-laki dalam memutuskan tingkat partisipasinya sebagai
warganegara dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas partisipasi” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan mencerminkan terbukanya
akses secara luas, kesempatan berpartisipasi serta kontrol dalam penikmatan
manfaat yang adil antara perempuan dan laki-laki.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan
langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan mencerminkan tanggung jawab yang
memungkinkan bagi perempuan dan laki-laki sebagai pemilik-hak untuk menuntut
haknya, dan memastikan bahwa Negara sebagai pemangku-kewajiban memenuhi
tanggung jawabnya.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas kesinambungan” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah tindak yang dilakukan secara terus menerus dalam perwujudan kesetaraan
gender.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tindakan-khusus-sementara” adalah mendapatkan
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan “ kesehatan reproduksi” adalah kondisi sehat manusia yang
menyeluruh secara fisik, mental dan sosial pada saat menjalankan fungsi dan
proses reproduksinya, yang perlu di perhatikan sejak lahirnya seorang manusia.
Huruf d
Segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dapat berbentuk kekerasan
terhadap perempuan, pelecehan seksual, eksploitasi, pelacuran, perdagangan
perempuan dan anak perempuan,
Huruf e
Terhapusnya prasangka, kebiasaan dan segala praktik lainnya dalam ketentuan
ini adalah mengubah pola tingkah laku
sosial budaya perempuan dan laki-laki, yang dapat berakibat pada termarjinalnya
perempuan.
Yang dimaksud praktik lainnya antara lain pelarangan bagi perempuan untuk
mengkonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya merupakan asupan gizi
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 3 huruf b.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai pembentuk undang-undang atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai pembentuk peraturan daerah, Dewan
Perwakilan Daerah dalam mewakili aspirasi daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan judicial review,
Ombudsman Republik Indonesia sebagai Lembaga Negara yang menangani pengaduan
terkait dengan maladministrasi.
Lembaga pemerintahan dalam ketentuan ini antara lain Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
kementerian terkait.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kesetaraan nyata (de-facto) dalam ketentuan ini misalnya: pemenuhan
hak dalam pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, pemenuhan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam
lembaga-lembaga perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan perspektif gender adalah diketahui dan dipahami adanya
kesenjangan kedudukan dan peranan perempuan dan laki-laki, serta akar
permasalahannya, dan berkeyakinan bahwa kesenjangan itu harus ditanggulangi.
Ayat (2)
Masyarakat dalam ketentuan ini antara lain lembaga swadaya masyarakat
(LSM), akademisi, organisasi masyarakat sipil, organisasi
profesi/keahlian, organisasi keagamaan, serta media massa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Kelompok kerja yang dimaksud bertugas menyusun dan mengembangkan analisis
gender yang meliputi:
a. analisis data terpilah dan statistik gender;
b. kajian tentang akar permasalahan terjadinya kesenjangan gender; dan
c. indikator gender.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminatif gender adalah peraturan perundang-undangan yang tidak
menimbulkan akibat baik langsung maupun tidak langsung termarjinalnya
perempuan. Misalnya : peraturan perundang-undangan yang tidak jelas rumusannya sehingga
berpotensi tidak dipenuhinya hak asasi perempuan serta membatasi ruang gerak
perempuan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kekerasan berbasis gender, antara lain
tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental
dan seksual atau ancaman-ancaman, paksaan dan perampasan kebebasan lainnya
berdasarkan jenis kelamin .
Dalam kekerasan berbasis gender termasuk pula kekerasan
yang dilakukan oleh pejabat publik, organisasi atau dunia usaha, swasta dan media dan kovenan khusus hak asasi
manusia, negara bertanggung jawab atas tindakan-tindakan oleh orang
perseorangan.
Tindak kekerasan seperti itu juga melanggar kewajiban Negara, Negara
bertanggung jawab atas tindakan-tindakan oleh orang perseorangan, termasuk juga
pembiaran dan kalalaian melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran hak atau menyelidiki serta
menghukum dan memberikan ganti rugi atas tindakan-tindakan kekerasan itu.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Perempuan berhak untuk mendapatkan, mengubah, atau mempertahankan
kewarganegaraannya, terutama adanya perkawinan dengan warga Negara asing yang
tidak dengan sendirinya mengubah kewarganegaraannya.
Huruf b
Di bidang kesehatan, menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan yang bersifat promosi
kesehatan, preventif, kuratif, terutama
yang terkait dengan penyakit menular seperti HIV/AIDS, penyakit menular seksual
dan penyakit sejenis lainnya. Berkaitan
dengan perlindungan fungsi reproduksi perempuan menjadi kewajiban untuk
menjamin bahwa perempuan mendapat pelayanan yang layak berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberikan pelayanan
cuma-cuma di mana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama
kehamilan dan masa menyusui.
Di bidang kesehatan ini termasuk pula menjamin diperolehnya pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan keluarga berencana. Kewajiban untuk menjamin
bahwa perempuan mendapat pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan,
persalinan dan masa sesudah persalinan.
Huruf c
Kewajiban untuk memberiakan hak yang sama
kepada anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan mulai
dari taman kanak-kanak sampai dengan preguruan tinggi di semua bidang ilmu
pengetahuan dan teknik. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah anak perempuan yang
putus sekolah.
Selain itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. anak perempuan dan laki-laki mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan
berkelanjutan di semua bidang dan di semua tingkatan, mulai dari pendidikan
keluarga sampai dengan pendidikan tinggi;
2. anak perempuan mempunyai kesetaraan dalam akses, partisipasi dan perolehan
manfaat di semua bidang pendidikan, formal maupun informal, termasuk pendidikan
pelatihan dan kejuruan, ilmu pengetahuan dan teknologi:
3. memasukkan perspektif gender dalam sistem dan pengembangan kurikulum termasuk metode dan
alat belajar mengajar di semua tingkat pendidikan;
4. menghasilkan keahlian di bidang analisis dan kajian gender melalui program
studi gender di tingkat akademik, misalnya Pusat Studi Wanita/Gender di
universitas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Hak ekonomi perempuan antara lain adalah :
a) hak yang sama dalam pinjaman bank, agunan dan bentuk-bentuk lain kredit
finansial;
b) hak yang sama dalam semua aspek pemilikan harta kekayaan (property
ownership) dan kontrol, termasuk akses dan kontrol pada perumahan murah. (affordable
housing).
Di bidang ketenagakerjaan, perempuan berhak:
a) untuk bekerja sebagai hak asasi manusia;
b)
atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi yang
sama dalam penerimaan pegawai,
c) hak untuk memilih dengan
bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk kenaikan
pangkat, jaminan kerja dan semua tunjangan dan fasilitas kerja, hak untuk
memperoleh latihan kejuruan dan latihan uang termasuk masa kerja sebagai
magang, latihan kejuruan lanjutan dan latihan ulang;
d) hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan yang sama nilainya, maupun
persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas pekerjaan;
e) hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakil,
cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas cuti
yang dibayar;
f) hak atas perlindungan kesehatan
dan keselamatan kerja, termasuk perlindungan fungsi reproduksi.
Undang-Undang ini juga mencegah
diskriminasi terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau
kehamilan dan untuk menjamin hak efektif
mereka untuk bekerja:
a) melarang dengan dikenakan sanksi, pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti
hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas dasar status perkawinan;
b) untuk cuti hamil dengan bayaran atau dengan tunjangan sosial yang sebanding
tanpa kehilangan pekerjaan semula;
c) untuk mendorong disediakannya pelayanan sosial yang perlu guna memungkinkan
para orangtua menggabungkan kewajiban keluarga dengan tanggung jawab pekerjaan
dan partisipasi dala kehidupan masyarakat, khususnya dengan meningkatkan
pembentukan dan pengembangan suatu janringan tempat penitipan anak;
d) untuk memberi perlindungan khusus kepada perempuan selama kehamilan dalam
jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Hak dalam perkawinan dan hubungan keluarga:
1. Hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan;
2. Hak dan tanggung jawab yang sama dalam masa perkawinan dan pemutusan
perkawinan;
3. Hak dan tanggung jawab bersama
sebagai orangtua dari anak-anaknya,
4.
Hak dan tanggung jawab yang sama antara suami dan istri bertalian dengan
pemilikan, perolehan, pengelolaan, administrasi, penikmatan dan
pemindahtanganan harta benda, baik harta pemilikan masing-masing maupun harta
bersama yang diperoleh selama perkawinan .
- Larangan perkawinan usia
dini, di bawah 18 tahun baik untuk laki-laki dan untuk perempuan.
- Penjarakan kelahiran anak.
- Kewajiban pencatatan
perkawinan dan kelahiran anak.
Huruf i
Dalam proses penegakan hukum dalam ketentuan ini diharapkan tidak lagi
terjadi diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki dilihat dari sudut penanganan
dan perlindungan terhadap pelaku dan korban, termasuk implementasi yang
bersifat diskriminatif berdasarkan penafsiran yang keliru atau penerapan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif.
Ayat (2)
Hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya pada perempuan pedesaan
dan perempuan kepala keluarga dalam Undang-Undang ini diutamakan pemenuhan
kebutuhannya dan hak asasinya karena pada umumnya kelompok ini lebih tertinggal dalam kesejahteraannya dan
masih sangat rendahnya akses pelayanan publik
a)
Undang-Undang ini juga
menjamin bahwa perempuan mempunyai: hak
untuk dipilih dan memilih di lembaga/badan perwakilan;
b)
hak untuk berpartisipasi
dalam perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan pemerintah;
c)
hak
untuk ditunjuk dalam kedudukan di lembaga publik dan melaksanakan fungsi publik
di setiap tingkat pemerintahan;
d)
hak untuk berpartisipasi
dalam organisasi masyarakat sipil (civil society organization) dan
asosiasi yang memberikan perhatian pada kehidupab publik dan politik negaranya;
dan
e)
kesempatan yang sama
untuk mewakili negaranya di tingkat internasional dan bekerja di
organisasi/badan internasional. Termasuk juga ada jaminan untuk merekrut dan
melatih calon-calon perempuan, melakukan kampanye yang ditujukan untuk
membangun kesetaraan gender pada semua tingkat lembaga/badan publik, dan
apabila perlu menentukan “kuota” bagi perempuan untuk ditunjuk dalam kedudukan
di lembaga/badan publik.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar semua lembaga negara, pemerintah, dan
pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha dan swasta untuk melaksanakan suatu
strategi PUG mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan yang
menempatkan perempuan dan laki-laki menjadi pertimbangan utama dalam setiap
perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Setiap perumusan
tersebut diharapkan dapat bersinergi satu sama lain sesuai dengan semangat
kekeluargaan dan gotong royong
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Laporan pelaksanaan PUG
dalam ketentuan ini akan digunakan untuk mengetahui pencapaian berbagai
komitmen internasional antara lain Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), Beijing Platform for
Actions (BPFA), dan Millennium Development Goals (MDGs).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pengembangan sistim informasi antara lain adalah akses bagi masyarakat oleh
pemerintah, termasuk informasi untuk memberdayakan masyarakat dalam memahami
hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia.
Pasal 19
Ayat (1)
Kriteria dalam ketentuan ini didasarkan pada komitmen dan
kebijakan pimpinan lembaga beserta kebijakan yang ditetapkannya. Di dalamnya
juga tersedia jajaran yang mampu menganalisis data gender dengan baik sehingga
terpenuhinya indikator kesetaraan gender, termasuk bagaimana menyusun anggaran
yang yang berbasis gender atau responsif gender.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR........
Makasih Mbak..
ReplyDelete