Posted by : Sarah Larasati Mantovani Saturday 28 April 2012


Gambar : deasukakata.blogspot.com

Tempat mereka menimba ilmu yang begitu sekuler tidak menghalangi mereka untuk terus berdakwah dan mengkaji ilmu.

Jum’at (20/04) siang itu agak mendung seperti kemarin, hari itu saya akan mengisi kajian tentang RUU Kesetaraan Gender untuk teman-teman KAMMI yang diadakan oleh teman-teman SMILY di sebuah kampus bertaraf internasional.



Saat sudah sampai di depan Tugu Pancoran, saya dijemput oleh seorang mahasiswi tingkat I Fakultas Pendidikan jurusan Bahasa Inggris berpakaian gamis ungu. Namanya Sofistika Carevy Ediwindra, ia biasa dipanggil Revy.

Dengan langkah pelan namun pasti, kami berjalan memasuki kampus yang baru kali itu saya jejaki. Terlihat sekuriti minta izin untuk memeriksa saya, “Permisi, mba, diperiksa dulu ya”, ucap sekuriti tersebut sambil tersenyum ramah.

Revy langsung mengajak saya untuk ke Musholla, rupanya ia ingin mengerjakan shalat Dhuha terlebih dahulu. 20 menit kemudian, Revy langsung mengajak saya ke ruang kelas yang sengaja tidak dipakai. Ya, tidak hanya percakapannya yang memakai bahasa Inggris tetapi semua kelas yang ada di  kampus tersebut memakai bahasa Inggris juga.

Jam setengah 12, Revy memberikan kata pembuka dan mempersilakan saya untuk memulai kajian. Mungkin ada sekitar sepuluh orang lebih yang mengikuti kajian dan mereka mendengarkan dengan begitu seksama.  “Wah saya jadi semakin semangat”, ucap saya dalam hati.

Diam-diam, saya mengagumi semangat berdakwah mereka di kampus yang begitu sekuler. Bahkan, Revy mengaku untuk urusan pakaian saja begitu diatur sedemikian rupa, teman-teman akhwat tidak boleh berpakaian gamis, tapi Revy dan teman-temannya tetap kekeuh, mereka tetap memakai gamis.

Tidak hanya itu, untuk mengadakan acara yang bertentangan dengan prinsip kampus mereka pun agak sulit. Menurut penuturan Revy, kampusnya juga pernah  mengadakan diskusi tentang Konsep Ketuhanan, dan diskusi tersebut pada efeknya akan menghasilkan manusia-manusia yang skeptis tentang keberadaan Tuhannya sendiri.

Secara garis besar, teman-teman aktivis muslim yang berkuliah di sana hanya diberi kesempatan untuk sedikit berdakwah dan waktu mereka lebih diperbanyak dengan tugas-tugas kuliah, mungkin ini yang dimaksud dengan ucapan Revy “menjauhkan dari agamanya, menjauhkan dari komunitasnya”, saat ia bercerita kepada saya setelah selesai kajian.

Well, bagaimana pun peraturan yang ditetapkan dan apapun cara yang dilakukan oleh kebijakan kampus terhadap teman-teman akhwat KAMMI tapi mereka tetap tidak berhenti untuk berdakwah dan selalu semangat untuk terus mencari serta mengkaji ilmu yang telah didapat.

Saya hanya bisa menitipkan pesan pada kedua adik baru saya, Revy dan Shopia, “Teruslah berdakwah! Tetaplah semangat! Karena Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-hamba-Nya sendirian…”.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Journalicious - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -