- Back to Home »
- Opinion »
- Dua Pasal UU Zakat Menuai Kontroversi
Posted by : Sarah Larasati Mantovani
Monday, 31 October 2011
Baru lima hari disahkan, Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat yang merupakan revisi dari Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah menuai kontroversi di masyarakat.
Reaksi banyak bermunculan saat Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat disahkan, baik itu dari masyarakat maupun dari Organisasi Zakat. Sebabnya, dua pasal yang ada di dalam UU tersebut agak memberatkan masyarakat.
Pasal yang menjadi kontroversi adalah pasal 18 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa setiap Lembaga Amil Zakat yang ingin mendapatkan izin untuk menyalurkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat setidaknya harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Selain itu, dalam pasal 38 dan pasal 41 menyebutkan bahwa setiap orang yang bertindak sebagai Amil Zakat dilarang untuk mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan Zakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang dan apabila melanggar, maka akan di kenakan kurungan 1 tahun dan denda 50 Juta.
Pendapat Masyarakat tentang UU Pengelolaan Zakat
Sophia
Trianaparamitha, warga asal Yogyakarta, saat ditanyai oleh penulis
(Senin, 31/10) mempertanyakan, pejabat berwenang seperti apa yang dimaksud dalam
pasal 38 dan , selain itu, ia juga berpendapat, “jika zakat sudah masuk
birokrasi maka peluang dikorupsi akan makin besar”. Senada dengan Sophia,
Syaiful selaku karyawan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ini meragukan
pengelolaan zakat oleh pemerintah, “jika zakat memang benar-benar mau dikelola oleh
pemerintah, maka akan tambah kacau, apalagi kepercayaan masyarakat mulai
menurun pada pemerintah”, ungkapnya.
Lain halnya dengan
Abdul Hadi Azzam, mahasiswa Universitas Pamulang yang pernah menjadi relawan
Dompet Dhuafa selama dua tahun ini mengatakan, “Lembaga amil zakat tidak harus
terdaftar sebagai Organisasi Kemasyarakatan Islam”. Senada dengan Abdul Hadi
Azzam, Ahmad Juwaini selaku Ketua Umum Forum Zakat (FOZ) sebagaimana dikutip
dari situs Republika, mengungkapkan, “Prinsipnya kami menyambut baik
undang-undang ini dengan segala kelemahannya, apalagi pembahasannya sudah lama
dilakukan, lebih dari tiga tahun," katanya. Tapi ia memberikan catatan,
pasal 18 menyebutkan bahwa lembaga amil zakat yang didirikan syaratnya harus
terdaftar sebagai ormas Islam. Padahal, lembaga yang ada sekarang tidak dari
ormas Islam.
Oleh karena itu, jika
ingin diakui sebagai lembaga amil zakat, maka Dompet Dhuafa harus mengubahnya
menjadi ormas dari status yang selama ini sebagai yayasan. “Kalau harus menjadi
ormas mungkin agak berat. Saya harap, peraturan pemerintah (PP) dari
undang-undang akan menjadi solusi. Artinya, akan ada pengaturan lebih terperinci,
termasuk mengenai lembaga amil zakat yang harus terdaftar sebagai ormas Islam”.
Ungkapnya lagi.
Meski, langkah pemerintah
sudah benar dengan mentertibkan lembaga-lembaga amil zakat yang liar, tetapi
yang dikhawatirkan adalah adanya kriminalisasi terhadap lembaga amil zakat non
pemerintah, seperti Dompet Dhuafa atau lembaga-lembaga amil zakat di
masjid-masjid yang memang sudah bertahun-tahun menyalurkan dan mendistribusikan
zakatnya sebelum undang-undang ini direvisi, padahal di dalam al-Quran dan
hadis secara eksplisit sudah dikemukakan tentang keharusan zakat dikelola oleh
amil zakat, sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Taubah ayat 60 dan 103.
Apalagi, belum adanya
kejelasan mengenai kalimat “pejabat yang berwenang” dalam pasal 38, apakah yang
dimaksud dengan pejabat yang berwenang itu adalah BAZNAS (Badan Amil Zakat
Nasional) ataukah pejabat lain yang ditunjuk oleh pemerintah?. Lalu, bagaimana
jika pejabat tersebut adalah non muslim atau yang tidak mengerti tentang
zakat?. Selain itu, mekanisme tentang lembaga amil zakat yang harus terdaftar
sebagai organisasi kemasyarakatan Islam dan
mekanisme mengenai pengaturan lembaga amil zakat dari undang-undang tersebut juga masih belum jelas.
Setidaknya kita berharap
dengan adanya undang-undang ini, penyaluran dan pendistribusian zakat akan
lebih tertib lagi dan benar-benar tepat sasaran. Kemudian, tidak
adanya penyalahgunaan zakat, baik itu oleh lembaga amil zakat maupun oleh pemerintah.